Hari itu gumpalan awan gelap yang biasanya menghiasi pagi pergi. Derai hujan disertai angin yang terkadang membuat galau untuk keluar beraktifitas berganti dengan sinar mentari pagi yang cerah. Burung-burung berkicau riang di pohon rindang yang berada di depan rumah. Tak ada alasan kuat untuk menikmati pagi dengan menarik selimut kembali. Bangun! Saatnya untuk bergerak.
Tidak ada tujuan pasti sebenarnya pagi ini. Sepeda sudah beberapa hari hanya tergeletak di gudang. Saatnya untuk membawanya berkeliling. Setelah melewati jembatan kembar Sungguminasa Gowa, saya terfikir untuk membawa pulang beberapa ekor ikan. Pelelangan ikan nampaknya menjadi tujuan menarik.
Tempat yang akan saya tuju adalah Pelelangan ikan BeBa yang terletak di Galesong Utara Takalar. Jarak perjalanan dari rumah menuju ke Pelelangan Ikan Beba hanya 23 kilometer saja. Demikian aplikasi pengukur jarak dan rute memberikan petunjuk.
Namun melewati rute yang sebahagiannya belum pernah saya jelajahi tentunya punya sensasi sendiri. Apalagi perjalanan ini dilakukan sendiri.
Baca : Seni Bertualang Sendiri
Perjalanan pergi biasanya lebih terasa jauh daripada perjalanan pulang. Walaupun demikian, melewati sawah-sawah dan desa yang masih asri tentu adalah sesuatu yang menyegarkan mata.Selain tentu saja wajah-wajah gadisnya yang masih alami karena masih jarang bersentuhan dengan make-up natural dan deretan paket produk perawatan yang serinya berderet dari A sampai Z.
Saya berhenti sejenak. Dua orang pagandeng melewati saya.
Ada empat wadah yang terbuat dari jerigen bekas yang bagian atasnya dipotong. Wadah-wadah ini kemudian disatukan dengan bilah-bilah balok kayu dan papan. Sedangkan bagian tengahnya terbuat dari papan yang difungsinya sebagai tatakan. Jika ada yang membeli, ikan biasanya disiangi di sini lalu dibersihkan dan dipotong-potong. Sedangkan bagian bawahnya biasanya digantung kantong plastik hitam sebagai tempat sampah. Keseluruhan bagian ini kemudian belakang kendaraan. Ada yang menggunakan sepeda tapi sekarang lebih banyak yang mengunakan motor. Mereka yang berjualan dengan metode seperti ini biasa disebut pagandeng.
Jauh sebelum muncul teori marketing. Jemput bola atau mendatangi konsumen muncul, mereka sudah lebih dulu mempraktekannya. Biasanya pagandeng akan berkeliling ke kompleks-kompleks perumahan dengan teriakannya yang khas.
“oi….. Ikang….” Lalu dilanjutkan dengan menyebut jenis-jenis ikan yang ada digandengannya.
Singgahnya pagandeng adalah ajang silaturahmi antar tetangga. Pagandeng berhenti, Ibu-ibu berkumpul memilih ikan sambil mengobrol dan kucing-kucing pun ikut berkerumun menanti sisa potongan ikan.
Tidak sulit menemukan lokasi pelelangan ikan Babe Takalar. Cukup ikuti para pagandeng hilir mudik. Kalau di sepanjang jalan masih menemukan dua atau tiga orang pagandeng di jalan, maka yakinlah kalau dirimu sudah berada di jalan yang benar. Tapi jika tidak, saatnya untuk mengecek kembali aplikasi peta yang ada di gawaimu.
Tidak ada plang besar atau petunjuk arah yang menunjukkan bahwa disinilah letak Pelelangan Ikan Beba. Tapi tanpa itupun saya sudah bisa menebak posisinya berada dimana. Para pagandeng yang hilir mudik sepanjang jalur galesong utara ini masuk dan keluar melalui jalan yang sama. Saya berbelok melewati sebuah jalan beton yang nampaknya belum terlalu lama dibuat. Di kiri dan kanan jalan terdapat rumah warga dan sawah. Setelah melewati jalan tersebut kira-kira 300 meter barulah saya melihat sebuah gerbang yang dicat warna putih bertuliskan Pangkalan Pendaratan Ikan Beba.
Setelah melewati gerbang terdapat lahan kosong yang sepertinya berfungsi sebagai tempat parkir mobil. Berderet-deret warung-warung yang menyediakan ikan bakar. Saya kemudian terus bersepeda hingga mencapai ujung dermaga. Beberapa orang asik memancing sementara disamping dermaga, nelayan menurunkan ikan-ikan dari kapal. Para pembeli sudah berdiri dipinggir pantai menantikan ikan-ikan yang di turunkan dalam wadah keranjang plastik dan kotak gabus.
Ikan tidak dijual satuan di Beba, kecuali mungkin saja, ikan-ikan yang berukuran besar. Disini semua dijual dalam bentuk tumpukan atau keranjang. Kalau ingin membeli dengan jumlah yang lebih sedikit harus lewat pedagang yang banyak di pelelangan ini. Kecuali memang sedang mengadakan hajatan besar. Jenis ikan yang dijual sangat beragam. Tergantung dari tangkapan nelayan hari itu. Daeng Nompo, salah satu pedagang di Pelalangan ikan memberi penjelasan:
“Harga ikan bergantung pada banyak tidaknya hasil tangkapan nelayan pada hari itu. Jika tangkapan cukup banyak maka biasanya harga ikan cukup murah. Namun jika dibanding dengan harga ikan dengan Pelelangan lain seperti di Paotere harga ikan disini termasuk yang termurah”
Daeng Nompo, pria yang saya ceritakan diawal adalah salah satu dari puluhan pedagang Ikan di Beba. Mereka biasa membeli ikan dalam jumlah yang banyak kemudian membaginya dalam tumpukan-tumpukan kecil. Ikan-ikan tersebut dijejer diatas meja-meja kayu atau kotak gabus. Aktifitas di mulai setelah Sholat Subuh hingga jam 10 pagi. Hari minggu aktifitas selesai lebih siang. Daeng Nompo berperawakan tinggi besar. Kancing-kancing bajunya dibuka memperlihatkan perutnya yang agak buncit. Matahari memang sudah agak meninggi, mungkin dia merasa kepanasan.
Saya sedang memperhatikan proses tawar menawar tiga ekor cumi atau sotong berukuran besar. Prosesnya nampaknya sedikit alot. Walaupun saya merasa harga terakhir yang diberikan penjual sudah cukup rendah, saya tidak menggangu sampai proses jual beli tersebut sampai ada kata sepakat atau tidak sepakat dari pembeli yang sebelumnya. Hal ini semacam norma umum yang ada proses jual beli.
“Ambil miki itu Pak! Murah mi itu” Daeng Nompo membisiki saya.
Setelah tansaksinya batal, ternyata ada orang lain yang mengincar sotong tadi. Tidak banyak bicara, dia langsung menyerahkan uang sejumlah yang disebut penjual terakhir. Gagal sudah harapan saya untuk ketiga sotong itu.
Tapi tak perlu lama berkeliling, tangan saya sudah berisi dua kantong ikan dan cumi-cumi.
Tempatnya sebenarnya sederhana saja. Ada enam buah tiang yang bawahnya diberi pemberat dari semen. Atapnya dari terpal bewarna biru. Dibawah terpal terdapat dua meja panjang yang dibungkus plastik berwarna hijau. Diatas meja alat-alat makan yang tersedia pun dominan berwarna hijau. Mungkin warna pavorit pemilik warung.
Saya menyerahkan seekor ikan yang berukuran sedang kepada pemilik warung. Dengan cekatan tangannya menyiangi ikan di sebuah meja dengan tatakan di luar warung. Seekor ikan milik pengunjung lain mulai matang diatas tungku pembakaran yang terbuat dari drum bekas. Saya sengaja memilih warung ini karena letaknya yang berada paling ujung. Sambil menunggu ikan matang bisa menikmati pemandangan laut.
Warung-warung di Beba menyediakan layanan untuk mengolah ikan. Pengunjung yang baru membeli ikan di pelelangan dapat memberikan sebagian ikannya untuk diolah dan sisanya untuk dibawa pulang. Selain jasa pengolahan ikan, warung-warung tadi menyediakan sayur dan nasi sebagai pelengkap. Sedangkan untuk sambelnya, pengunjung bisa berkreasi sendiri. Diatas meja sudah disediakan tomat, cabe, daun kemangi, jeruk, kecap dan bahan-bahan lain. Ada juga sambel yang sudah jadi. Harganya termasuk murah. Lima ribu rupiah untuk sepiring nasi. Lima ribu rupiah untuk sayur.
Jam baru menunjukkan pukul 09.00. Dari pengeras suara, himbauan dari pengelola Pelelangan Ikan untuk menjaga kebersihan terdengar. Menu ikan bakar dan nasi adalah sarapan pagi yang berat menurut saya. Tapi bagi kebanyakan orang di Pelelangan Ikan, tidak ada sarapan pagi yang berat. Mengangkat balok-balok es, keranjang-keranjang ikan, mengolah dan berjualan ikan butuh energi yang besar.
Saya baru saja menghabiskan seekor ikan ketika Daeng Nompo datang. Ditangannya sekantong ikan diserahkanya ke pemilik warung untuk dibakar. Sambil menunggu ikannya matang kami mengobrol ditemani kopi hitam.
“Dermaga ini sebenarnya baru selesai dua bulan lalu “ katanya sambil menujuk tonggak-tonggak kayu yang berada dipinggir dermaga.
“Cuaca dan angin kencang kemarin membuat semuanya roboh” lanjutnya. Saya mengiyakan karena ketika dermaga itu roboh seseorang mengirimkan videonya ke sebuah grup chatting yang saya ikuti.
“Kenapa masih berjualan dibawah dermaga Pak? Kan disini sudah di sediakan tempat yang lebih bagus?” kata saya
“Sebenarnya kami belum-belum benar pindah. Lihat saja, Posisi dermaga ini terlalu tinggi untuk kapal kayu penangkap ikan. Kemarin sebenarnya kami sudah mulai berjualan diatas sini, tapi kebanyakan pembeli masih menunggu dibawah sana. Jadi kami pedagang balik lagi ke bawah” jelasnya
Hari menjelang siang dan akhirnya saya meninggalkan Beba. Beba memberikan sebuah kesan yang menarik. Besok lusa saya akan kembali menikmati ikan bakar disana. Sebuah perburuan rasa yang menyenangkan.
Lokasi Pelelangan Ikan Beba Takalar:
Ada lagi satu tempat pelelangan ikan yang saya tahu. Paling nda tahu rasanya menawar kalau di tempat pelelangan apalagi jarang belanja. Pernah sekali saya pergi, langsungji saya beli karena menurutku murah tapi lupama berapa harganya waktu itu. Pas balik, temanku bilang katanya itu mahal ?
Namanya juga Pelelangan ada proses tawar menawar. Saya juga kak, kalo sa anggapmi murah langsung mi saja
Saya sering dengar nama tempatnya karena ada teman yang tinggal di Gowa yang hampir tiap weekend ke Beba. Ternyata bisa di msak juga disana, setidaknya 1-2 ekor ikan bisa di santap dulu sebelum pulang.
Itumi yang bikin enak di Beba. Bisa santap dulu satu dua ekor baru pulang
Melihat ikan tapi-tapi bakar debgan cobe-cobenya membuat saya lapar membahana kak. Perjalanannya selalu menarik diikuti.
Hahaha… Hajar memang mi kalo ketemu ikan tapi-tapi
Saya baru tahu bahwa pelelangan ikan Beba lebih murah dibandingkan dengan yang di Poetere, setelah membaca tulisan tentang petualangan pagi hari penulis menelusuri jejak pagandeng, saya jadi ingat salah satu puisi saya yang terinspirasi dari kehidupan para nelayan makassar.
Nah, boleh dong dishare ouisinya kak
Lamanya mo saya nda pernah ke Beban. Banyak keluarga dari mace di sana. Dulu biasa diajak ke sana waktu masih kecil.
Soal dermaga baru itu, sekali lagi itu bukti bagaimana sesuatu dibangun tanpa melibatkan warga yang akan menggunakannya. Curiga nanti akan mati sia-sia ji itu dermaga kalau nda bisa mengakomodir kebutuhan warga.
Anyway, ada typo om: lokasi pelelangan ikan Babe Takalar.
Siap, Makasih om, sudah di koreksi
baruka tau ini tempat pelelangan ikan heheh, btw ada udang gak kak, sukaku makan udang, pengen borong, tapi ituji mahalki kdng hiksss, penasaranka dstu hrga ksarannya brpa
Ada Udang Laut, kemarin sa beli sekitaran 50 – 70 rban per tumpukan
Om, hari Ahad nanti mau ke saya yah? berkabar yah.. mau ka ikut juga pi makan ikan bakar dan minum kopi hitam..
Hari libur lumayan rame om, hari kerja bisa lumayan santai menikmati suasana
Dapat lagi informasi baru tempat pelelangan ikan..tapi agak jauh yah daeng.. Cuma kalau harga bersahabat why not? .. Bisalah dirangkaikan dengan acara refreshing baru ending singgah di sini beli ikan..
Betul… Walau agah jauh tapi mantap memang
Saya menikmati tulisan perjalanannya ke Beban beserta foto2 ikannya yg sangat menggiurkan. Sya jga tidak bisa membayangkan bisa nda ya mnempuh perjalanan 23 km klo naik sepeda. Smacam agak jauh, hahaha.
Itu sdah termasuk murah si kak. Cman 10 ribu sdah dpat syur dan nasi. Bisa makan ikan sepuasnya.
Iya murah. Makan ikan yang masih segar pula
Olalaaa… Enaknya itu ikanG bakar!!
Ini mi aslinya berburu rasa. Bahkan 23km perjalanan pun dijabanin demi rasa yang enak!
Sekalian olahraga kak
Dulu ndak ada layanan pengolahan ikan, sekarang tawwa ada mi bahkan di Takalar jadi ibu2 yang mau ringkas (atau malas hihi) bisa senang belanja ikan.
Adami kak. Tinggal titip bayar jasa saja
Inimi kegiatan yang akhir-akhir kurindukan, beli ikan mentah lalu dibakarkan di warung sekitar pelelangan. Hm nikmat sekali. Pelelangan yang sering saya datangi dulu adalah pelelangan Potere. tapi sejak adik laki-lakiku pindah ke Jeneponto, tidak pernahma ke sana, hiks.
Diaji kodong dulu yang suka sekali bawaka. Eh jadi rinduka sama adekku de.
Iya Bunda. Enak mentong Makan Ikan dekat pelelangan
Kayaknya rokomendasi yang tepat ini untuk liburan dengan keluarga. Beli ikan segar baru langsung di olah ditempat pasti rasa nya beda ketimbang beli di pasar br di olah di rumahan.
Seru banget Kak. Patut di coba
pengalaman yang sayangat seru.. jadi ingat rumah nenekku di bone yang di pinggir pantai kalau mau makan ikan langsung mencing dilaut hehehhe.. gak rugi perjalanan jauh di tempuh namun keindahan yang di dapatkan
duh ikannya seger-seger bikin ngiler